Selasa, 03 November 2009

Mati Enggan, Hidup pun Tak Mau

(sebuah kritik sosial untuk masyarakat Ar-Risalah, semoga dari waktu ke waktu bisa menjadi lebih baik)



Jajirah ( Jajaran Jurnalis Remaja Ar-Risalah), "mati enggan hidup pun tak mau", mungkin itulah ungkapan yang pas untuk keadaan jajirah saat ini. Dikatakan hidup, tidak tepat, karena jika dikatakan hidup tentunya haruslah mempunyai ciri-ciri hidup. Seperti halnya makhluk hidup, salah satu ciri dia hidup adalah berkembang biak, atau mungkin tepatnya produktif ( dalam arti melahirkan sebuah karya atau konsisten dalam menjalankan program kerjanya). Jajirah juga tidak bisa dikatakan mati, karena tentunya masih ada sekumpulan orang yang mempunyai visi dan misi yang sama.
Lalu bagaimanakah keadaan Jajirah yang sebenarya?
Menurut penulis, vakumnya jajirah karena beberapa hal:
Yang pertama Jajirah bukanlah sebuah lembaga yang profesional, maksud penulis disini, dikatakan tidak profesional dikarenakan oleh dua hal:
1. Karena pengurus Jajirah tidak mempunyai waktu khusus untuk menjalankan tugas mereka. Sekalipun ada waktu, itu hanya sisa dari waktu belajar dan mengaji.
2. Kepengurusan Jajirah yang mau tidak mau sifatnya kaderisasi. Rata-rata setiap angkatan mempunyai waktu satu tahun dalam menjalankan tugasnya. Belum lagi dikurangi masa-masa adaptasi dan penjalinan kerjasama antar pengurus.
3. Kepengurusan Jajirah tidaklah seperti lembaga lainnya, yang mendapatkan budget khusus untuk keberlangsungan hidupnya.Terlalu jauh membayangkan Jajirah sebagai suatu lembaga untuk meraup materi/keuntungan. Jangankan mendapat materi, seringkali pengurus itu sendiri yang harus menutup kekurangan. (semoga menjadi amal baik bagi kita semua).

Alasan yang kedua yaitu, kurangnya minat membaca masyarakat ar-risalah itu sendiri. Menurut pengamatan penulis selma 6 tahun, jangankan budaya membaca, rasa hormat terhadap buku (maksudnya terhadap ilmu) tidak begitu diindahkan. Padahal kalau kita selami secara mendalam, adanya suatu majalah sekolah, atau media massa lainnya sangat besar manfaatnya sebagai penunjang pendidikan.
Tak sedikit dalam pelajaran bahasa Indonesia kita mendapatkan tugas untuk membuat makalah, apalagi bagi yang sudah kuliah tentunya harus membuat skripsi. Tentunya tanpa pembiasaan menulis dan membaca sejak dini, semuanya tak kan terlaksana secara maksimal.
Tentunya peran pendidik sangan penting dalam hal ini. Sebagaimana tercantum dalam kitab Tarbiyatul Islamiyah (Yusuf Al-Qardhawi) dikatakan bahwa Al-Muallim (guru) adalah tulang punggung pendidikan, baik buruknya produk pendidikan (peserta didik) dipengaruhi oleh Al-Muallim tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar